Saturday Morning
rinzu very very short au edisi malming, asik
Sanzu Haruchiyo, anak kedua dari tiga saudaranya baru saja tiba di rumahnya setelah menginap di rumah sang kakek dan neneknya.
Dan di pagi hari yang cocok untuk rebahan ini, dia malah diminta Ibundanya untuk pergi ke pasar membeli kentang.
“Ini ya list belanjaannya, nanti kalo uangnya kurang minta ke Bang Omi dulu.” Ucap Ibunya sambil memberikan kertas daftar belanjaan yang harus ia beli.
“Loh, katanya cuman beli kentang?” Tanya Sanzu heran.
“Ternyata banyak bahan dapur yang udah hampir habis, jadi sekalian nyetok.” Jawab Bundanya lalu tangannya bergerak mengusir Sanzu agar segera berangkat sebelum kesiangan.
Setibanya didepan, ia melihat kakak pertamanya sedang bersiul-siul sambil mengelap kaca mobil kesayangannya yang berwarna putih dan diberi nama 'Hijau'.
“Bang, anterin ke pasar.” Pinta Sanzu yang tidak terdengar seperti permintaan.
“Berangkat sendiri napa sie? Udah gede terus lu juga cowok jago gelut.” Balas Bang Omi.
“Males banget panas-panas jalan kaki, mending dianterin.” Balas Sanzu lalu dengan segera tanpa persetujuan Takeomi, dia masuk kedalam mobil dan dengan terpaksa Takeomi pun mengantarnya.
Bukannya gimana-gimana, masalahnya tuh si Hijau baru saja selesai mandi, masa harus kena debu pasar?
Tanpa menunggu lama, merekapun sampai di pasar yang sudah dipenuhi ibu-ibu berebut sayur dan daging. Dan kedua anak dari keluarga Akashi ini bertatap-tatapan, seakan mengerti satu sama lain.
“Ini kita harus dorong-dorongan disini?” Tanya Sanzu agak ragu melihat kondisi di depannya itu.
Dan Takeomi menjawab tak yakin, “Iya kayaknya, kan jalan masuk ke pasar cuman itu doang.”
”...Lu tunggu sini ajadeh, Bang. Gue aja yang masuk, sini pinjem duit. Takutnya duit dari Bunda kurang.” Ucap Sanzu dengan menengadahkan tangannya.
Dan Takeomi memberikan dua lembar uang berwarna biru, setelahnya Sanzu langsung bergerak cepat masuk di gerombolan ibu-ibu itu.
Melihat adiknya yang hilang ditelan keramaian pasar itupun membuat Takeomi sedikit terkagum, “Gila, adek gue jago juga nyelempitnya.”
“Sawi putih apa hijau? Ini Bunda mau beli sawi yang mana sih? Kok nulisnya cuman 'sawi', sedangkan sawi disini ada dua macem.” gumamnya bingung.
Oke, itu adalah permasalahan pertama yang tengah Sanzu alami sekarang. Kedua tangannya masing-masing memegang sawi putih dan hijau. Sedangkan tas belanja yang berisi se-kresek kentang dan jamur, diletakkan di lantai.
“Beli dua-duanya aja kali ya? Yaudah deh, Bu beli sawi hijau dua iket sama sawi putih nya dua juga, ya.”
Setelah selesai dengan sawi, kini ia mencari orang yang menjual ayam tanpa tulang.
“Pak, ayamnya setengah kilo tanpa tulang ya,” pesan Sanzu pada bapak penjual.
“Oke Neng, mau dibuat mie ayam kah?” basa-basi Bapak itu.
Agak kaget dipanggil panggilan untuk perempuan, tapi Sanzu tetap membalas pertanyaan Pak penjual ayam, “Iya kayaknya, gatau juga sih Pak. Ini titipan Bunda soalnya,”
“Wuh rajin ya? Anak saya sekarang masih kelas tiga SMA, jadi kadang juga bantu-bantu saya jualan.” balas Bapaknya yang menyerempet curhat dan dibalas anggukan oleh Sanzu.
“Ini Neng, totalnya Rp 26.000,00 ya” ucap Bapaknya sambil menyodorkan sebungkus berisikan ayam tanpa tulang.
“Ini Pak, makasi ya” ucap Sanzu lalu pergi ke bagian rempah-rempah untuk membeli daun jeruk dan batang serai.
“Bu, beli daun jeruk sama serai nya, berapa semua?”
“Rp 10.000,00 mbak,”
“Nih Bu, makasih ya”
Sudah terbeli semua dan kini saatnya dia berjalan keluar yang jalan keluar dari pasar ini sangat jauh dari dia berdiri.
“Ini si Bang Omi gabisa kesini ya? Berat banget tas nya.” keluhnya dan tetap berjalan ke pintu keluar, juga sesekali badan rampingnya tersenggol orang lain.
“Kenapa orang-orang kalo jalan ga pelan-pelan sih? Capek bro kesenggol mulu,” omelnya pelan yang hanya terdengar olehnya.
Setelah keluar dari pasar, Sanzu malah melihat kakaknya sedang dikerubungi wanita-wanita muda haus belaian.
Ya, Sanzu akui wajah kakaknya itu tampan diatas rata-rata tapi karena dia sudah melihatnya sejak dia kecil jadi Sanzu terbiasa dengan wajah kakaknya itu.
“Oh itu pacar saya sudah datang, saya permisi dulu Nona-nona,”
Terdengar suara Takeomi yang sengaja dikeraskan dan ditujukan padanya, sekarang Sanzu merasa ada tatapan tajam dari balik punggungnya.
Dengan terburu-buru dia segera masuk ke mobil sebelum para wanita itu menggila dan beralih mengoloknya.
“Bisa-bisanya gue yang sangat sempurna ini jadi pacar lo yang ga seberapa ini.” ucap Sanzu dengan nada mengolok yang sengaja dibuat dramatis.
“Diem, lo pikir gue mau sama lo? Gue turunin juga lu disini, biar pulang jalan kaki.” balas Takeomi dibalas lemparan tisu oleh Sanzu.
Dan sampai lah mereka dirumah, dengan segera Sanzu masuk ke rumah. Ia meletakkan tas belanjaannya di dapur yang ada Ayah dan Bundanya sedang mencuci piring bersama.
“Nih Bun, kembaliannya ambil aku ya, oke makasih.” Ucap Sanzu yang dihiraukan oleh kedua orang itu.
“Senju mana Bun? Belum bangun kah?” Tanya Takeomi datang lalu duduk meminum jus jeruk yang entah milik siapa.
“Sudah berangkat sekolah, nanti kalian susul ya? Ayah sama Bunda mau nge-date.” jawab Ayahnya yang direspon pandangan geli dan jijik dari Takeomi dan Sanzu.
“Engga, males. Sanzu aja, abang mau rebahan.” tunjuk Takeomi pada Sanzu lalu berlari dari dapur menuju kamarnya diikuti tatapan tidak terima dari Sanzu.
“Kok aku lagi? Mau tidur aku,” rengek Sanzu
“Ya terus yang jemput adekmu siapa? Khodam Ayah?” tanya Bunda yang membuat Ayahnya menatap heran.
“Dih, yaudah masih nantikan? Aku mau tidur dulu,” ucap Sanzu dibalas anggukan Bundanya.
To Be Continued © tsumumbul