PROLOG
TW// KEBAKARAN
“Kok bisa ya dia mati abis itu roh nya masuk ke badan orang lain. Keren ga sih kalo aku kayak gitu, Mbak?” tanya Sanzu dalam intonasi bercanda yang dibalas tawa oleh si 'Mbak' yang sedang melipat pakaian bersih.
“Gausah aneh-aneh, mending kamu mandi habis itu makan malam bareng yang lain terus tidur. Biar besok semangat kerjanya.” nasehat Mbak lalu mengangkat keranjang pakaian dan memasukkan baju kedalam lemari kayu yang besar.
“Besok aku libur, Mbak. Jadi hari ini aku mau begadang bantuin anak-anak ngerjain tugas sama main bareng. Dah lama ga bareng sama mereka.” balas Sanzu sambil berdiri dari duduknya lalu ikut membantu memasukkan baju kedalam lemari.
“Kamu kalo dibilangin mana pernah nurut, heran Mbak.” keluh Mbak lalu mengelus surai gulali milik Sanzu pelan. “Makasih ya, sudah mau bantuin Mbak.” ucapnya pelan sambil menatap Sanzu.
Sanzu tersenyum dan balik menatap Mbak yang sudah ia anggap keluarganya ini.
“Aku kali Mbak yang makasih, udah mau ngerawat sama ngebesarin aku yang dulunya ditinggal di kotak kardus. Balas budi ku tuh belum seberapa sama budi Mbak dulu.” jelas Sanzu panjang lebar.
“Ngapain balas budi sih? Kamu itu udah Mbak anggap adek laki Mbak yang bandel, gausah ganti budi.” balas Mbak lagi. Dan Sanzu hanya cemberut karena dibilang bandel.
“Udah sana ke ruang tengah, Mbak mau buat makanan buat sarapan besok.” usir Mbak lalu ia pergi ke dapur sedangkan Sanzu pergi ke ruang tengah.
Di ruang tengah atau yang biasa disebut ruang bermain ini ramai dengan anak kecil yang bermain dan berlarian.
Dan kondisi ruang tengah ini bisa dibilang cukup—tidak ini sudah sangat berantakan.
“Ini berantakan banget, kalo ketemu Mbak kalian gabakalan dibeliin permen lagi!” keluh Sanzu yang membuat semua anak disana bertatapan satu sama lain, lalu dengan segera membereskan mainan mereka.
“Udah beres nih Kak Zuu, besok boleh makan permen kan??” tanya seorang gadis kecil dengan semangat dibarengi dengan pandangan gemerlap dari temannya yang lain.
“Wow udah beres, pasti Mbak besok bakalan kasih permen sesudah sarapan pagi.” balas Sanzu.
“Yeayyy!!”
Setelahnya mereka pun duduk melingkar dan saling bercerita. Bermain suit, bermain 'ABCD 5 DASAR', dan lain-lain.
Hingga, hidung Sanzu mencium bau gosong yang sedikit samar.
“Bentar ya, Kak Zu mau ngecek dapur dulu. Kalian main bareng aja, jangan berantem ya.” ingatnya lalu berjalan menuju dapur.
Setahu Sanzu, Mbak tidak pernah membuat makanan gosong kecuali dia memang sedang sangat kerepotan.
Tapi semua pekerjaan malam ini sudah selesai, dan Mbak sedang menyiapkan makanan untuk esok pagi.
“Mbak?”
DUAARRR!!
Ah, Sanzu setiap malam selalu bertanya-tanya. Apakah di kehidupan dulu dia orang jahat yang sering membunuh orang dan melakukan tindakan tercela yang dilarang Tuhan? Karena semua orang yang ia sayangi selalu pergi meninggalkannya.
Tapi sekarang bukan itu yang ia pikirkan. Semua barang sudah terlahap api dan menyisakan abu dan arang.
Setidaknya jika memang Tuhan tidak menyayanginya, dia seharusnya bisa menyelamatkan nyawa orang yang ia sayangi.
“Kak Zuu huhuuuuhuuu,, hiks”
“Alisa, kamu tenang ya. Kak Zu mau lihat kedalam buat nyari Mbak sama Aldo.” ucap Sanzu dengan napas terengah-engah,
“Kamu diem disini ya, bareng sama Tante Buah. Bentar lagi Kak Zu balik bareng Mbak sama Aldo.”
Setelahnya ia masuk kedalam rumah itu yang langit-langitnya sudah banyak yang jatuh menghalangi jalan.
“MBAK!! ALDO!!”
”..kak zuu,,” telinga Sanzu mendengar ada isak tangis dari dalam kamar tidur paling depan yang pintunya ada disamping ia berdiri.
“Aldo?!! Tunggu, biar Kak Zu bukain pintunya.”
BRAK!
Pintu terbuka memperlihatkan Aldo yang sedang memangku Mbak yang kakinya tertimpa kayu.
“Mbak!! Tahan Mbak, Sanzu pindahin dulu kayunya.” ucapnya lalu segera memindahkan kayu dari kaki Mbak dan menggendong Mbak dipunggungnya tak lupa juga menggandeng tangan Aldo.
“Ayo, kita keluar. Sebelum jalannya ketutup barang jatuh,”
Pintu depan sudah terlihat dan ada petugas damkar yang mengambil alih Aldo yang ia genggam, dan setelahnya ia menurunkan Mbak didepan pintu.
DUAK!!
Ada kayu dari atap jatuh mengenai kepala Sanzu dan itulah terakhir kalinya ia bertanya pada Tuhan. Apakah dia boleh bahagia?
penned by tsumumbul